Tentang Niat
Niat puasa Ramadan setiap tahunnya seringkali menjadi perdebatan pada pelafadzan niatnya. Tapi kita semua sepakat apapun lafadznya yang menjadi perdebatan, selama niatnya di dalam hati maka puasanya tetap sah. Niat puasa Ramadhan tempatnya di dalam hati dan Kita niatkan saat masuk waktu maghrib sampai masuk waktu subuh itulah waktu niat puasa yang sah.
Niat puasa tidak seperti amalan lainnya, yang mana niatnya berbarengan dengan pekerjaannya. Dalam ilmu fiqih dalam kitab Safinatunnajah dijelaskan tentang niat, yaitu:
ﺍﻟﻨِّﻴَّﺔُ : ﻗَﺼْﺪُ ﺍﻟﺸَﻲْﺀِ ﻣُﻘْﺘَﺮِﻧًﺎ ﺑِﻔِﻌْﻠِﻪِ ، ﻭَﻣَﺤَﻠُّﻬَﺎ ﺍَﻟْﻘَﻠْﺐُ ﻭَﺍﻟﺘَّﻠَﻔُّﻆُ ﺑِﻬَﺎ ﺳُﻨَّﺔٌ ،
Niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan melakukannya. Tempat niat adalah hati. Melafalkan niat itu sunnah.
Jadi kalau kita berucap:
"Aku niat puasa esok hari"
diucapkan di mulut itu bukan niat.
Atau
"nawaitu sauma ghodin 'an adaai....dst."
itu juga bukan niat tetapi disebut pelafalan.
Pelafalan niat menurut para ulama hukumnya Sunnah tidak sampai Bid'ah ataupun dosa. Karena pelafalan niat bisa menuntun hati kita kepada niat yang sesungguhnya. Simpelnya penjelasan tentang niat seumpama tengah malam kita bangun kemudian masak mie instan lalu makan nasi untuk berpuasa keesokan harinya. Setelah kenyang tidur lagi tanpa mengucapkan niat itu sudah sah niat puasanya. Walaupun tidak mengucapkan apa-apa saat mau makan malam / sahur. Logikanya Saat dia terbangun malam itu, lalu memasak mie instan, makan nasi itu bukanlah gerakan ngelindur tetapi memang dimaksudkan untuk makan sahur. Nah hal yang seperti itu sudah termasuk niat dan sah. Simpel kan.
Kontroversi Pelafadzan Niat Puasa
Sebenarnya kontroversi atau perbedaan lafal niat itu tidaklah begitu penting. Karena masing-masing punya dasar. Adapun lafal niat puasa Ramadhan ada beberapa versi yang bisa dipilih dan bisa dibaca.
Pertama
. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
sumber:
Lafal niat di atas dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu.
Kata “Ramadhana” merupakan mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh/jarr dengan tanda baca akhirnya berupa fathah,karena isim ghoiru munshorif alamt jarrnya dengan fathah. Sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan tanda baca kasrah sebagai tanda khafadh / jarr dengan alasan lil mujawarah.
2. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةَ لِلهِ تَعَالَى
_Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāna hādzihis sanata lillāhi ta‘ālā_
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
sumber:
termaktub dalam Kitab Asnal Mathalib.
Kata “Ramadhana” pada niat di atas menjadi mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh dengan tanda fathah, sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya.
3. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى
_Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i fardhi syahri Ramadhāni hādzihis sanati lillāhi ta‘ālā_
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
Sumber:
Lafal niat di atas dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam.
Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarr-nya. Sementara kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas musyar ilaih kata "hādzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".
4. نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ
_Nawaitu shauma Ramadhāna_
Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan.”
5. نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ مِنْ/عَنْ رَمَضَانَ
_Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhāna_
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan.”
Sumber:
Lafal niat 4 dan 5 diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin.
6. نَوَيْتُ صَوْمَ الْغَدِ مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ عَنْ فَرْضِ رَمَضَانَ
_Nawaitu shaumal ghadi min hādzihis sanati ‘an fardhi Ramadhāna_
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.”
Redaksi niat nomor 6 ini dikutip dari Kitab Atsnal Mathalib.
nawaitu sauma hodin an adai Fardi Syahri Romadhoni fardho lillahi ta'ala dan lafaz seperti ini nawaitu sauma hodin an adai Fardi Syahri Romadhona habis Sanata pardo lillahi ta'ala ada juga yang Ramadan Hadi hisanati fardho lillahi ta'ala di antara ketiga lafal niat itu kira-kira menurut gramatikal gramatikal ilmu bahasa Arab ilmu Nahwu dan Shorof mana yang paling tepat tapi sepakat ya apapun lafadznya tidak mempengaruhi niat jadi walaupun lafadznya begitu begini begitu asalkan niatnya niat puasa untuk besok sah sepakat
1. Lafadz niat yang pertama nawaitu sauma hodin an adai fardhu Syahri romadhony hadits sanati fardho lillahi ta'ala dibaca Romadhoni arisan hati bukan Ramadan penjelasannya sebagai berikut
0 comments:
Posting Komentar